Search

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Cuan di Balik Tren Thrifting, Untung Besar Tapi Bikin Pusing Negara

27 October 2025

Bisnis Daily, PONTIANAK – Tren thrifting alias belanja pakaian bekas impor sedang naik daun di kalangan anak muda. Selain harganya murah, modelnya unik dan punya gaya vintage yang khas. Tapi di balik cuan yang mengalir deras, bisnis ini ternyata menyimpan banyak masalah serius, mulai dari impor ilegal sampai merugikan industri tekstil dalam negeri.

Menurut data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), pada tahun 2022 saja ada sekitar 432 ribu ton pakaian bekas impor masuk ke Indonesia. Jumlah ini setara dengan lebih dari 20 persen konsumsi pakaian nasional. Kalau dirupiahkan, nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

Bahkan, Kementerian Perdagangan baru-baru ini menyita pakaian bekas impor ilegal senilai Rp112,3 miliar di Jawa Barat. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa peredaran pakaian bekas impor memang sudah meluas dan sulit dikendalikan.

Ekonom dari Universitas Indonesia, Rudi Hartono, mengatakan bisnis thrifting memang terlihat menguntungkan, tapi sebenarnya punya dampak besar bagi ekonomi lokal. 

“Pelaku usaha thrifting bisa beli baju bekas dari luar negeri dengan harga sangat murah, bahkan di bawah Rp10 ribu per potong. Setelah dijual lagi, bisa untung sampai sepuluh kali lipat,” jelasnya.

Rudi menambahkan, kondisi ini membuat industri tekstil lokal kesulitan bersaing. “Harga produk lokal jelas kalah. Akibatnya, banyak UMKM dan konveksi dalam negeri kehilangan pasar, bahkan ada yang gulung tikar,” katanya.

Selain itu, sebagian besar pakaian bekas impor masuk tanpa izin resmi alias ilegal. Barang-barang ini biasanya diselundupkan melalui pelabuhan tikus tanpa membayar bea cukai dan pajak. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan besar, sementara barang-barang tersebut tidak melalui proses pemeriksaan kebersihan atau kualitas.

Pakar kesehatan masyarakat, dr. Mira Anggraini, juga mengingatkan soal risiko kesehatan dari pakaian bekas impor. 

“Banyak pakaian yang datang dalam kondisi tidak steril. Ada potensi mengandung jamur, bakteri, atau tungau yang bisa memicu alergi atau penyakit kulit,” ujarnya.

Meski begitu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak bermaksud menutup bisnis thrifting sepenuhnya. 

“Kita tidak melarang thrifting, tapi harus legal. Barang impor tanpa izin jelas melanggar aturan. Kami juga mendorong agar pasar thrifting bisa beralih ke produk lokal,” kata Purbaya saat ditemui usai sidak di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Ia menambahkan, produk fesyen lokal kini sudah banyak yang berkualitas dan bisa bersaing dengan barang impor. “Kita ingin masyarakat tetap stylish, tapi dengan cara yang benar. Beli produk lokal berarti juga mendukung ekonomi Indonesia,” tegasnya.

Kesimpulannya, bisnis thrifting memang menjanjikan cuan besar, tapi perlu diatur dengan baik agar tidak merugikan industri dalam negeri dan kesehatan masyarakat. Selama dilakukan secara legal dan bertanggung jawab, thrifting tetap bisa jadi tren yang keren dan berkelanjutan. (*)

 

Prev Article
Viral Thrifting! Tapi Kok Dibilang Merugikan? Ini Penjelasannya
Next Article
The Rise of AI-Powered Personal Assistants: How They Manage

Related to this topic: