Bisnis Daily, JAKARTA – Pendiri Institut Indonesia Moeda (Instim) Pontianak, Muda Mahendrawan mengingatkan Badan Gizi Nasional selaku pengelola program makan bergizi gratis melakukan evaluasi perencanaan yang komprehensif, holistik dan inklusif.
Utamanya terkait sistem prosedur tata kelola, persyaratan teknis, skema atau model pengadaan barang dan jasa untuk penyedia jasa MBG dari pelaku usaha mikro kecil (UKM).
"Karena tingkat perlibatan dan partisipasi secara langsung menguatkan legitimasi kebijakan prioritas dan strategis yang menggunakan sumber keuangan negara (uang rakyat)," katanya di Pontianak.
Muda mengungkapkan, implementasi program MBG cukup rentan pengaruhnya pada tingkat kepuasan dan kepercayaan publik terhadap program prioritas Presiden Prabowo.
Apalagi, sebagian besar sasaran titik sekolah masih terletak di area perkotaan, sehingga memunculkan persepsi rasa kurang berkeadilan terhadap siswa di pedesaan, pedalaman, pesisir dan terpencil yang jauh lebih membutuhkan hadirnya program MBG.
Bekas Bupati Kubu Raya itu juga menyarankan agar PKK, pemerintah desa dan BUMDes dilibatkan menjadi mitra penyedia jasa makan bergizi gratis secara swakelola di desa-desa.
Alasannya, tiga organisasi itu sudah lebih siap karena dalamnya sudah terkolaborasi selain istri kades, perangkat desa, guru, bidan, perawat, kader-kader posyandu, kader lansia, tokoh penggerak perempuan di desa, karang taruna nya atau pemuda di desa.
"Bumdes bersama Koperasi Desa Merah Putih tentu bisa diperankan menyerap sumber bahan baku seperti beras, sayuran, telur, ayam, daging, ikan dan komoditi pangan lainnya untuk dikelola di dapur PKK desa dan didistribusi pada tiap jadwal pelaksanaan MBG," kata Muda Mahendrawan.
Dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan di tingkat desa, lanjut Muda, pengelolaan makan bergizi gratis akan jauh lebih bermakna dan memunculkan kebahagiaan bagi semua warga.
Skema swakelola juga menunjukkan program ini tidak melulu terkesan terlalu sentralistik, tapi bernafaskan desentralisasi karena membuka ruang dan kepercayaan kepada desa-desa dan kepala daerah terlibat aktif mengawal implementasi program MBG.
"Selain mensukseskan program unggulan presiden, program ini akan mendongkrak pergerakan ekonomi terutama pelaku usaha mikro sektor pangan di desa dan akan berdampak pada pengurangan pengangguran dan kemiskinan di kabupaten, kota dan provinsi," jelas Penasihat Senior JARI Borneo Barat.

Muda juga meminta Badan Gizi Nasional mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di program MBG seperti keterlambatan distribusi hingga keracunan. Termasuk mundurnya mitra-mitra penyedia MBG yang terjadi di beberapa daerah belakangan ini.
Khusus untuk program MBG bagi sasaran Pondok Pesantren, Muda menyarankan agar dibuat skema yang efektif yang dijalankan secara swakelola oleh pengurus dan sekolah-sekolah swasta dengan asrama, karena mereka selama ini telah memiliki dapur untuk makan santri.
"Tinggal diberdayakan yang sudah berjalan tentu dengan skema peningkatan kualitas sarana prasarana dapur dan standar gizi yang lebih baik," katanya.
Muda menambahkan, jika jumlah sasaran penerima program MBG ditambah, maka sasaran penerima harus dimulai dari desa, baru ke perkotaan.
Sementara untuk pelaporan, monitoring, pengendalian, dan evaluasi, Muda menyarankan pemerintah menggunakan sistem informasi data berbasis geospasial (geoportal MBG).
Sistem ini membuat informasi by name, by addres, by coordinate, dan by foto, sehingga memudahkan seluruh pihak memantau perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap efektifitas program MBG.
"Dengan GeoPortal MBG seluruh informasi dan data terkait subyek dan obyek program MBG dapat ditemusatupadukan, sekaligus menunjukkan itikad baik dan komitmen mengelola program MBG dengan transparan dan akuntabel," ujarnya.
"Yang terpenting, akses anak-anak ke sekolah, prevalensi stunting dan kemiskinan harus diatasi, karena fakta tersebut lebih mendesak dientaskan dibandingkan prioritas implementasi MBG," sambung Muda.

Ia menambahkan, Badan Gizi Nasional bisa merevisi rancangan prioritas sebaran sasaran, skema dan persyaratan teknis tata kelola MBG, sebelum dieksekusi lebih meluas. Sembari memitigasi risiko dan kendala teknis, serta membuka peluang partisipasi lebih luas dari berbagai elemen rakyat demi tercapainya tujuan dan cita-cita dari program MBG.
"Gagasan pemikiran sederhana ini semata sebagai bentuk partisipasi dan berkontribusi memberikan alternatif sebagai solusi bijak memperkuat efektifitas dan legitimasi kebijakan program prioritas pemerintah demi peningkatan kualitas hidup generasi masa depan di republik tercinta ini. semoga bermanfaat," pungkas Muda Mahendrawan.
Tulisan ini merupakan bagian kedua dari Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN (Gagasan Solutif MBG Partisipatif-Berkeadilan)