Bisnis Daily, PONTIANAK – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sedang jadi sorotan setelah turun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait praktik impor pakaian bekas ilegal alias thrifting ilegal.
Langkah ini jadi bukti keseriusan pemerintah memberantas perdagangan pakaian bekas impor yang merugikan industri lokal.
Dalam kunjungannya ke sejumlah instansi seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Purbaya menegaskan bahwa sidak ini bukan sekadar formalitas. Pemerintah ingin memastikan semua barang yang beredar di pasaran legal dan tidak merugikan pelaku usaha dalam negeri.
“Kami bukan mau mematikan bisnis thrifting. Tapi yang ilegal, impor tanpa izin, itu yang akan kami tindak tegas,” ujar Purbaya dikutip dari Liputan6.com.
Tak Tutup Pasar Thrifting, Tapi Dorong Produk Lokal
Meski tegas terhadap impor ilegal, Purbaya memastikan pemerintah tidak akan menutup pasar-pasar thrifting seperti Pasar Senen. Menurutnya, pasar thrifting masih bisa beroperasi, asalkan produk yang dijual berasal dari dalam negeri atau memiliki izin resmi.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah mendorong industri tekstil lokal dan UMKM agar bisa bersaing dan berkembang.
“Kita dorong agar produk lokal jadi pilihan utama masyarakat. Kualitasnya sekarang sudah bagus dan bisa bersaing dengan impor,” tegasnya.
Fokus Kebijakan: Tegas Tapi Adil
Beberapa poin utama kebijakan Purbaya antara lain:
- Memperketat pengawasan impor pakaian bekas ilegal.
 - Memberi sanksi berat dan blacklist bagi pelaku impor ilegal.
 - Menghidupkan industri tekstil nasional agar mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
 - Mengganti pakaian bekas impor dengan produk baru dari UMKM lokal.
 
Dampak Bagi Pedagang dan Konsumen
Bagi pedagang, aturan baru ini berarti mereka harus lebih selektif memilih barang dagangan. Sementara bagi konsumen, kegiatan thrifting tetap bisa dilakukan, tapi diarahkan ke produk lokal dan legal.
Langkah ini diharapkan menciptakan ekosistem perdagangan yang sehat, adil, dan menguntungkan semua pihak — terutama pelaku industri dalam negeri. (*)