Search

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Usulan Pelebaran Defisit APBN, Ekonom: Bagai Orang yang Diet Ketat tapi Masih Naik Berat Badan!

07 July 2025

 

Bisnis Daily, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai usulan pelebaran defisit APBN sebesar Rp662 triliun atau 2,78% PDB menandakan adanya kelemahan struktural fiskal yang tak kunjung dibenahi.

Ia pun mengibaratkan kondisi tersebut seperti orang yang sudah diet ketat tapi tetap naik berat badan karena pola makannya masih buruk.

"APBN kita berhemat di belanja operasional kecil tapi menambah pengeluaran masif di program-program baru yang belum terbukti efektif. Apalagi, pelebaran defisit dipicu oleh prioritas politik, bukan rasionalitas fiskal," katanya dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (7/7/2025).

Achmad yang juga pengamat kebijakan publik ini mengungkapkan, risiko dari defisit APBN yang semakin melebar yaitu utang akan makin besar, beban bunga makin berat dan ruang fiskal makin sempit.

"Jika diteruskan, APBN bukan lagi shock absorber, melainkan bom waktu fiskal yang menunggu meledak," ungkap dia.

Disinggung apakah kondisi APBN 2025 masih bisa aman, mengingat realisasi pembiayaan anggaran yang saat ini telah mencapai 46%, Achmad Nur Hidayat mengungkapkan di atas kertas, masih aman. Alasannya, defisit di bawah 3% PDB.

"Namun, realisasinya jauh dari ideal. Pembiayaan anggaran sudah 46% sementara program seperti Makan Bergizi Gratis baru terealisasi Rp5 triliun atau hanya 7,1% dari pagu. Ini mengindikasikan pemerintah jago menambah utang, tapi gagal mengeksekusi belanja prioritas secara cepat dan tepat," jelas Achmad Nur Hidayat.

Ia juga memberikan saran agar defisit APBN tidak melebar. Salah satunya, pemerintah harus berani menunda program mercusuar yang belum teruji efektifitasnya, melakukan moratorium proyek infrastruktur baru yang tidak mendesak, dan melakukan audit menyeluruh atas belanja K/L yang duplikasi.

"Hanya saja, kebijakan seperti ini tidak populer secara politik. Akibatnya, defisit dibiarkan melebar dengan pembenaran sebagai shock absorber, padahal rakyat tidak pernah diminta pendapat apakah mereka bersedia menanggung utang tambahan untuk program yang eksekusinya lamban," kesal dia.
 

Prev Article
Indonesia Berikan Hibah Beras 10 Ribu Ton Untuk Palestina
Next Article
The Rise of AI-Powered Personal Assistants: How They Manage

Related to this topic: