PONTIANAK, bisnisdaily.com - Hidup kelas menengah di Indonesia makin berat, gengs! Bukan cuma soal harga cabai atau biaya sekolah yang naik, tapi juga karena daya beli mereka makin melemah. Bahkan, ada laporan kalau banyak keluarga kelas menengah sekarang terpaksa ngandelin tabungan buat nutupin kebutuhan harian.
Menurut Dr. Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS, kelas menengah sekarang kayak jalan di ujung tanduk.
“Dulu kelas menengah jadi motor ekonomi lewat konsumsi, tapi sekarang mereka banyak yang tertekan karena upah riil gak naik signifikan, sementara biaya hidup meroket. Kalau dibiarkan, kelompok ini bisa turun jadi kelas rentan,” jelas Bhima.
Data juga menunjukkan kontribusi industri manufaktur yang jadi penyerap tenaga kerja utama turun drastis. Dari 32% PDB tahun 2002, sekarang tinggal 19% di 2024. Itu artinya lapangan kerja formal makin sedikit, sementara PHK massal terus terjadi. Contohnya di industri tekstil seperti Sritex.
Dampaknya jelas: pengangguran terselubung naik, banyak orang banting setir ke pekerjaan informal, dan belanja non-esensial mulai dipangkas.
“Kalau kelas menengah melemah, jangan harap ekonomi bisa tumbuh stabil. Mereka ini kan penopang utama konsumsi nasional. Jadi perlu ada kebijakan yang langsung menyasar kelompok ini, misalnya pajak yang lebih ramah atau subsidi biaya pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.
Bahkan, laporan terbaru nunjukin transaksi QRIS, yang biasanya identik sama belanjaan kelas menengah perkotaan juga ikut turun. Sinyal kuat kalau gaya hidup konsumtif mereka udah berubah jadi lebih hemat-hemat club.
Jadi, masih mikir kelas menengah itu hidupnya enak? Faktanya, mereka lagi berjuang keras biar gak “turun kelas”. Ekonom sih udah kasih warning, tinggal tunggu langkah nyata pemerintah aja. (*)