PONTIANAK, bisnisdaily.com – Sejumlah pelaku usaha kafe dan restoran di Cimahi mengeluhkan sepinya pengunjung akibat aturan baru tentang royalti lagu. Kebijakan yang mewajibkan pembayaran royalti setiap kali lagu diputar di tempat umum dinilai memberatkan, terutama bagi UMKM.
Salah satu pemilik kafe mengaku terpaksa mematikan musik demi menghindari biaya tambahan. “Kalau harus bayar per kursi, ya tekor. Padahal musik itu yang bikin suasana hidup,” ujarnya.
Aturan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2021 tentang royalti hak cipta musik dan lagu. Tempat usaha seperti restoran, hotel, hingga tempat fitness wajib membayar royalti jika memutar musik untuk tujuan komersial.
LMKN atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional menegaskan bahwa ini bentuk penghargaan terhadap pencipta lagu. Namun di sisi lain, pelaku usaha meminta adanya kebijakan yang lebih adil dan sesuai kemampuan usaha kecil.
Kritik juga datang dari komunitas kreatif yang menilai sistem penghitungan royalti masih belum transparan. Pemerintah didorong untuk segera membuat sistem yang lebih sederhana dan akuntabel.
“Musik itu bukan cuma karya, tapi juga alat penghidupan banyak orang. Harusnya semua dilibatkan dalam pembahasannya,” kata seorang musisi lokal.
Kini, banyak kafe memilih memutar musik instrumental atau tanpa vokal demi menghindari kewajiban royalti. Apakah ini solusi jangka panjang? Masyarakat masih menunggu langkah bijak dari pemerintah.(*)