PONTIANAK, bisnisdaily.com - Industri perbankan mikro di Indonesia lagi gonjang-ganjing. Sejak awal 2024 sampai pertengahan Agustus 2025, sudah ada 23 bahkan 24 Bank Perkreditan Rakyat (BPR/BPRS) yang resmi dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fenomena ini bikin banyak orang bertanya: kenapa kok bisa banyak bank kecil berguguran?
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Edi Setiawan, menjelaskan bahwa pencabutan izin ini bukan langkah gegabah, melainkan hasil evaluasi panjang.
“Mayoritas BPR yang ditutup mengalami masalah serius dalam tata kelola, ada yang terindikasi fraud, ada juga yang tidak mampu menjaga rasio kesehatan bank. Kalau tidak ditutup, justru berisiko besar terhadap nasabah,” kata Edi.
Menurut OJK, langkah ini juga bagian dari strategi pembersihan industri supaya yang tersisa adalah BPR yang sehat, kuat, dan bisa berkembang.
Isu yang paling bikin masyarakat deg-degan tentu soal tabungan. Apakah dana mereka akan hilang setelah bank ditutup?
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rudi Hartono, menegaskan bahwa dana nasabah tetap aman sesuai aturan.
“Kami pastikan simpanan nasabah di BPR yang ditutup tetap dijamin, selama memenuhi syarat penjaminan LPS. Proses klaim dilakukan maksimal 90 hari kerja sejak izin usaha dicabut,” jelas Rudi.
Artinya, masyarakat nggak perlu panik berlebihan. Selama dana sesuai ketentuan, uang tetap kembali.
Ekonom: BPR Harus Berbenah dan Melek Digital
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Pandu Aditya, menilai tren tutupnya BPR ini sebetulnya sinyal bahwa industri perbankan mikro butuh reformasi besar-besaran.
“BPR menghadapi tantangan berat, terutama dari fintech dan bank digital yang lebih gesit. Kalau tidak segera berbenah dengan digitalisasi, BPR akan semakin tertinggal,” ujar Pandu.
Ia menambahkan, langkah konsolidasi yang didorong OJK adalah solusi jangka panjang. Jumlah BPR memang akan berkurang, tapi kualitasnya bisa jauh lebih baik.
Meski banyak BPR berguguran, masyarakat tetap bisa aman menabung asal cermat memilih bank. Pakar perbankan menyarankan untuk selalu memastikan:
- BPR terdaftar dan diawasi OJK.
- Bank masuk daftar penjaminan LPS.
- Laporan keuangan BPR transparan dan sehat.
Dengan cara ini, risiko kerugian bisa ditekan seminimal mungkin.
Fenomena 23–24 BPR tutup dalam kurun setahun lebih ini memang bikin heboh. Tapi, kalau dilihat dari sisi positif, ini adalah momentum bersih-bersih industri perbankan mikro.
OJK dan LPS sudah menegaskan perlindungan buat nasabah. Sementara pakar menekankan pentingnya digitalisasi dan tata kelola yang sehat.
Artinya, meski saat ini banyak yang tumbang, masa depan BPR bisa tetap cerah kalau reformasi berjalan konsisten. Yang terpenting, masyarakat tetap tenang, lebih selektif, dan makin melek literasi keuangan. (*)