Bisnis Daily, PONTIANAK - Indonesia dinilai masih tertinggal dibanding Vietnam dalam mewujudkan mobil nasional bermerek sendiri. Hingga kini, Indonesia belum memiliki kendaraan yang dirancang, dikembangkan, dan diproduksi massal secara berkelanjutan oleh perusahaan nasional, sementara Vietnam telah melangkah lebih jauh melalui produsen kendaraan listrik VinFast.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai keberhasilan Vietnam membangun mobil nasional tidak lepas dari keberanian mengambil keputusan strategis jangka panjang.
“Vietnam berani memutuskan untuk punya merek mobil sendiri dan fokus langsung ke kendaraan listrik. Walaupun di awal merugi, negara tetap memberi dukungan penuh,” kata Yannes.
Menurutnya, Indonesia sebenarnya memiliki modal yang lebih kuat dibanding Vietnam, mulai dari pasar domestik yang besar, sumber daya nikel untuk baterai kendaraan listrik, hingga basis industri otomotif yang matang. Namun, Indonesia dinilai terlalu nyaman menjadi basis produksi merek asing.
“Indonesia kuat di perakitan, tapi lemah di riset, desain, dan kepemilikan merek. Ini yang membuat kita kalah langkah dari Vietnam,” ujarnya.
Yannes juga menilai trauma kegagalan program mobil nasional di masa lalu membuat pemerintah cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan besar. Akibatnya, kebijakan pengembangan industri otomotif nasional berjalan tanpa arah jangka panjang yang jelas.
Sementara itu, pemerintah saat ini lebih fokus menarik investasi kendaraan listrik dari produsen global. Meski strategi tersebut berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi, kepemilikan teknologi inti tetap berada di tangan asing.
“Kalau Indonesia ingin mengejar, jalannya harus lewat mobil listrik nasional. Target realistisnya 2030 hingga 2035, dengan syarat ada keberanian politik dan konsistensi kebijakan,” kata Yannes.
Ia menegaskan tanpa langkah strategis tersebut, Indonesia akan terus menjadi pasar dan basis produksi, bukan pemilik merek otomotif nasional di tengah persaingan global. (*)