Bisnis Daily, PONTIANAK - Harapan agar uang rakyat benar-benar kembali ke kas negara makin terbuka lebar. Setelah bertahun-tahun hanya jadi wacana, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akhirnya kembali jadi prioritas.
DPR RI kini resmi mengambil alih inisiatif pembahasan dari pemerintah, sebuah langkah besar yang dinilai bisa mempercepat proses legislasi.
DPR Ambil Alih, Prolegnas Siap Jadi Panggung
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sturman Panjaitan, memastikan bahwa RUU Perampasan Aset sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029. Dengan masuknya ke daftar program resmi, peluang pembahasan jadi lebih nyata. “DPR siap membahas, tinggal menunggu penjadwalan sidang,” ujar Sturman.
Ini kabar yang cukup melegakan, mengingat RUU ini sudah digagas sejak 2009 namun kerap mentok di meja pembahasan. Banyak kalangan menilai, keberadaan UU Perampasan Aset sangat penting agar negara bisa bergerak lebih cepat mengamankan harta hasil tindak pidana, termasuk korupsi, narkotika, hingga pencucian uang.
Dukungan Politik dari Presiden
Tak hanya parlemen, dukungan kuat datang dari Presiden Prabowo Subianto. Dalam beberapa kesempatan, baik saat bertemu buruh maupun tokoh lintas agama, Prabowo menegaskan bahwa RUU ini harus jadi prioritas. Presiden bahkan disebut sudah meminta Ketua DPR untuk segera membahas aturan tersebut.
“Perampasan aset hasil kejahatan bukan sekadar soal hukum, tapi soal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegas Prabowo dalam salah satu pertemuannya.
Sikap tegas Presiden ini membuat publik optimis. Dukungan eksekutif dan legislatif dianggap sebagai kombinasi penting agar RUU ini tidak kembali terhenti seperti di era sebelumnya.
Draf Final Sudah Ada, Tinggal Pembahasan
Menurut Menkum HAM Supratman Andi Agtas, draf final RUU Perampasan Aset sudah selesai disusun pemerintah bersama PPATK. Substansinya cukup progresif karena memberikan kewenangan bagi negara untuk menyita dan membekukan aset hasil tindak pidana meskipun belum ada putusan pidana (non-conviction based forfeiture).
Artinya, jika ada aset yang jelas-jelas hasil kejahatan, negara bisa segera bertindak tanpa harus menunggu proses hukum yang sering kali panjang dan berliku. Mekanisme ini dinilai bisa mempercepat pemulihan kerugian negara dan menutup celah pelaku kejahatan untuk menikmati hasil korupsi.
Desakan Lama dari Parpol
Dari sisi politik, Partai Demokrat melalui Benny K. Harman mengingatkan bahwa RUU Perampasan Aset sudah lama mereka perjuangkan sejak era Presiden Jokowi. Namun, hingga kini regulasi tersebut belum juga lahir. “Semoga di era Prabowo, ada political will yang nyata. Jangan cuma jadi janji kampanye,” ucap Benny.
Desakan agar RUU segera disahkan juga datang dari kalangan pegiat antikorupsi. Mereka menilai, tanpa regulasi ini, upaya pengembalian kerugian negara akan terus lambat, dan koruptor masih punya celah untuk menyelamatkan aset mereka.
Uang Negara Harus Kembali ke Negara
RUU ini pada dasarnya punya satu semangat utama: uang negara harus kembali ke negara. Aset hasil kejahatan bukan hanya soal angka, tapi menyangkut hak masyarakat banyak yang dirampas demi kepentingan segelintir orang.
Bayangkan jika dana hasil korupsi bisa disita dengan cepat, lalu dikembalikan untuk pembangunan sekolah, fasilitas kesehatan, atau infrastruktur publik. Dampaknya akan langsung terasa bagi rakyat.
Publik Menunggu Aksi Nyata
Meski tanda-tanda politiknya terlihat positif, publik tetap menunggu langkah nyata DPR dan pemerintah. Apakah RUU ini benar-benar dibahas tahun ini? Atau lagi-lagi hanya jadi headline sesaat sebelum kembali tenggelam?
Jika berhasil disahkan, RUU Perampasan Aset bisa menjadi terobosan hukum terbesar dalam perang melawan korupsi di Indonesia. Bukan hanya soal hukum, tapi juga soal mengembalikan kepada negara. (*)