Search

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Jerit Pengusaha Soal Rencana Pemerintah Pajaki Penjual di E-Commerce

27 June 2025

 

Bisnis Daily, JAKARTA - Sejumlah pengusaha mengaku keberatan terkait rencana pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan yang akan memajaki pelapak atau penjual di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Bukalapak cs.

Alasannya, pengusaha selama ini telah membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 hingga 11 persen, karena telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP).

Selain itu, pengusaha ini juga tidak hanya memiliki satu toko di e-commerce, dengan omzet yang bervariasi.

Diketahui, besaran pajak yang akan dikenakan adalah 0,5 persen dari pendapatan penjualan dari penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Pajak pelapak ini dikumpulkan oleh platform e-commerce.

"Yang jadi masalah, karena belum tahu regulasinya gimana. Kita kan enggak cuma punya 1 toko. Di shopee ada 4 toko, belum lagi di TikTok dan lain-lain. Enggak semuanya omzet lebih dari Rp4,8 miliar kan?" ungkap Lusi, salah seorang pengusaha, kepada Bisnis Daily di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

"Masa iya udah bayar PPN 11 persen, musti ekstra 0,5 persen lagi. Emosi sih," sambung dia.

Apalagi, kata dia, Kementerian Keuangan tidak memberikan sosialisasi apapun kepada pengusaha sepertinya.

Lusi hanya berharap, jika pengusaha sudah terdaftar sebagai PKP, harusnya tidak lagi dikenakan pajak untuk penjualannya di toko online.

"Berat banget loh jadinya," keluh pengusaha di bidang garmen ini.

Adapun tujuan pajak yang akan dikenakan kepada pengusaha di toko online yaitu untuk menyamakan perlakuan antara pedagang di toko daring dengan toko fisik. Rencananya, aturan pajak baru itu akan diterbitkan bulan depan.

Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia, Suryadi Sasmita, mendukung rencana Menkeu Sri Mulyani yang akan memajaki pelapak atau penjual di toko online.

"Kami sebagai pelaku usaha kami mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0.5 persen bagi pelaku usaha online melalui skema Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022 yang kita kenal sebagai PPh final UMKM," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (26/6/2025) kemarin.

Menurutnya, kebijakan ini sama sekali bukan penerapan pajak baru, tapi penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital dengan tarif yang ringan sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto dan mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh marketplace

Di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan (Coretax), kata dia, transparansi data akan semakin meningkat dan pemerintah niscaya memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh.

"Bagi pelaku usaha online yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun tidak perlu khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini. Oleh karena itu, kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh kebijakan ini. Mari kita bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan," jelasnya.

"Kepatuhan bersama akan memperkuat fondasi ekonomi nasional yang inklusif menuju Indonesia Emas 2045," imbuh Suryadi Sasmita.

 

Prev Article
Indonesia-Malaysia Sepakati Pengelolaan Bersama di Ambalat
Next Article
The Rise of AI-Powered Personal Assistants: How They Manage

Related to this topic: