Search

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Bukan Sekadar Tempat Tinggal, Bisnis Kos-Kosan Kini Berevolusi Jadi Gaya Hidup Komunal

29 June 2025

PONTIANAK, bisnisdaily.com - Bisnis kos-kosan di Indonesia kini bukan lagi sekadar ruang tidur sempit di gang-gang padat perkotaan. Di tengah perubahan gaya hidup anak muda, tren kos-kosan perlahan bergeser menjadi ruang komunal modern yang memadukan hunian nyaman dengan jejaring pertemanan, fasilitas digital, hingga layanan lifestyle kekinian.

Fenomena ini terlihat jelas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya, di mana permintaan kamar kos masih stabil meski ekonomi fluktuatif. Namun, generasi Z dan milenial yang menjadi penyewa utama kini punya ekspektasi lebih: kamar tidak hanya harus murah, tetapi juga estetik, aman, fleksibel, dan mendukung gaya hidup produktif.

“Sekarang, penghuni kos nggak mau hanya dapat kasur dan lemari. Mereka butuh WiFi kencang, dapur bersama yang proper, ruang kerja, bahkan area nongkrong,” kata Nanda Rahadian, pendiri Live-In, salah satu penyedia kos premium berkonsep co-living di Jakarta Selatan. 

Konsep co-living seperti ini banyak bermunculan, memadukan fasilitas bersama dengan interaksi komunitas yang aktif.

Bisnis kos generasi baru ini umumnya mengusung desain minimalis modern dengan sentuhan Instagrammable

Tak jarang, pemilik kos bekerja sama dengan arsitek muda untuk menata ruang sempit jadi terasa lega dan menarik secara visual. Beberapa bahkan menyediakan kafe mini, rooftop, atau area olahraga ringan agar penghuni betah.

Di sisi lain, digitalisasi menjadi tulang punggung. Pemilik kos mulai menggunakan platform listing online, sistem reservasi daring, bahkan pembayaran sewa lewat dompet digital. Layanan pengaduan online, rating kamar, hingga jadwal perawatan rutin juga makin umum diterapkan agar kualitas tetap terjaga dan penyewa merasa dihargai.

Namun, di balik tren manis, tantangan tetap ada. Bisnis kos-kosan kini berhadapan dengan biaya operasional tinggi, kompetisi ketat antar pemilik, hingga kebiasaan generasi muda yang suka berpindah-pindah. Nanda mengaku, kunci bertahan adalah membangun brand kos yang punya karakter kuat, bukan sekadar “tempat tidur”.

Menariknya, tren kos modern juga membuka peluang kolaborasi. Banyak pelaku UMKM lokal masuk ke ekosistem kos dengan jasa laundry, katering sehat, hingga workshop komunitas. 

“Kos sekarang jadi ruang kolaborasi. Penghuni bisa kerja bareng, belajar bareng, bahkan memulai bisnis bareng,” tutup Nanda. (*)

 

Prev Article
5.600 Desa di Indonesia Akan Teraliri Listrik, Pemerintah Bangun PLTS
Next Article
The Rise of AI-Powered Personal Assistants: How They Manage

Related to this topic: